A1news.co.id|Takengon – serba serbi pelantikan ratusan Kepala Sekolah di Gedung Umi Pendopo, Aceh Tengah, pada Jumat, 11 Juli 2025, menjadi momentum penyegaran bagi dunia pendidikan tapi menuai kritikan dan kekecewaan mendalam bagi sebagian pihak.
Sebanyak 228 kepala sekolah dari jenjang TK, SD, dan SMP resmi dilantik, namun proses pelantikan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah ini dikritik karena kurangnya etika dan profesionalisme.
Ada juga sekitar 36 Kepala Sekolah menjadi Guru Ahli Madya yang sudah ditempatkan pada sekolah yang sudah ditentukan.
Selamatddin, S.Pd., M.Si, mantan Kepala SD Negeri 1 Pegasing mengatakan mengaku sangat kecewa dan angkat bicara mewakili rekan-rekannya.
Ia menilai bahwa proses pelantikan ini sarat ketidaksopanan dan kurangnya etika dari panitia serta tim pelantikan dan sangat berbeda dengan mutasi dan pelantikan Kepala sekolah sebelumnya.
“Kami merasa sangat kecewa atas sikap panitia pelantikan hari ini. Beberapa dari kami bahkan tidak menerima undangan, padahal ini menyangkut posisi jabatan kami. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, ini penghinaan,” tegas Selamatdin.
Lebih lanjut, Selamatdin menyatakan bahwa dirinya dan beberapa kepala sekolah lain tidak mempermasalahkan pergantian jabatan, namun menyesalkan proses yang terkesan semena-mena dan tidak sesuai prosedur yang ada.
“Kami tidak kecewa kalau tidak lagi menjadi kepala sekolah. Tapi setidaknya undanglah kami secara resmi.
Kami ingin tahu di mana posisi baru kami, dan jabatan kepala sekolah adalah tugas tambahan, tapi kalau seperti ini artinya kami benar-benar tidak dihargai,” tambahnya dengan nada tegas.
Kejadian ini mendorong sejumlah elemen masyarakat dan pemerhati pendidikan untuk meminta klarifikasi terbuka dari Bupati Aceh Tengah dan jajaran Dinas Pendidikan.
Mereka mendesak agar proses administrasi dan komunikasi dalam mutasi jabatan dilakukan dengan cara yang transparan, adil, dan beradab.
Selamatddin juga mengungkapkan kekhawatiran tentang dampak pelantikan ini terhadap sertifikasi guru.
“Kami khawatir tentang jam mengajar kami yang tidak mencukupi untuk mendapatkan sertifikasi. Kami berharap panitia agar bertanggung jawab supaya tidak terulang lagi di kemudian hari,” tutupnya.(*)