Jakarta – Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan pengawasan serta memberikan kepastian hukum dalam kegiatan impor dan ekspor barang kiriman, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4 Tahun 2025 yang mulai berlaku 30 hari sejak tanggal diundangkan atau tepatnya pada 5 Maret 2025 mendatang.
Peraturan tersebut merupakan PMK perubahan kedua atas barang kiriman yang sebelumnya diatur dalam PMK Nomor 96 Tahun 2023 jo. PMK Nomor 111 Tahun 2023.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa, Nirwala Dwi Heryanto, pada Selasa (25/02/2025) mengungkapkan, selain sebagai penyempurna aturan sebelumnya, terdapat beberapa hal melatarbelakangi penerbitan aturan ini, antara lain adanya kebutuhan simplifikasi pungutan fiskal impor barang kiriman untuk mendukung proses bisnis barang kiriman yang membutuhkan kecepatan layanan.
“Selanjutnya perlunya harmonisasi dengan ketentuan lain seperti ketentuan larangan dan atau pembatasan (lartas) sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024,” ucapnya.
Dan perlunya memberikan fasilitas fiskal bagi jemaah haji yang waktu tunggunya sangat lama dan perlunya memberikan apresiasi bagi WNI yang mengharumkan nama bangsa melalui pemberian fasilitas fiskal atas barang kiriman hadiah perlombaan/penghargaan internasional.
“Serta perlunya meningkatkan dukungan ekspor dengan membuka skema barang kiriman untuk kegiatan ekspor yang dilakukan perusahaan berfasilitas, dan dengan melakukan simplifikasi ketentuan konsolidasi barang kiriman ekspor,” ujarnya.
Nirwala Dwi Heryanto menambahkan, berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat pokok-pokok perubahan yang diatur dalam PMK terbaru ini, meliputi:
1. Pendefinisian ulang barang kiriman yang berasal dari hasil perdagangan dan barang kiriman pribadi. Barang hasil perdagangan merupakan barang hasil transaksi jual beli antara penjual dan pembeli. Sementara barang kiriman pribadi merupakan barang kiriman dengan penerima barang selain badan usaha.
2. Pengaturan jangka waktu penyampaian consignment note (CN) apabila terdapat konfirmasi. Jangka waktu penyampaian CN dapat dikecualikan apabila penyelenggara pos melakukan konfirmasi kepada pengirim dan/atau penerima barang kiriman secara lengkap dan benar.
3. Perubahan aturan terhadap barang kiriman yang menerapkan self assessment. Penerapan self assessment (perhitungan sendiri besaran pungutan dalam rangka impor) hanya diterapkan terhadap barang kiriman yang diimpor oleh importir badan usaha, sedangkan importir perorangan diterapkan dengan official assessment (penerapan oleh petugas Bea Cukai dan/atau sistem komputer pelayanan (SKP)).
4. Perubahan aturan bea masuk tambahan (BMT) impor melalui barang kiriman. Barang kiriman yang diberitahukan melalui CN dengan nilai pabean ditetapkan melebihi Free on Board (FOB) USD3 s.d. USD1.500 dikecualikan dari pengenaan bea masuk tambahan (BMT). Pengecualian tersebut juga diterapkan terhadap barang kiriman jemaah haji (Pasal 29 A) dan barang kiriman hadiah perlombaan/penghargaan internasional (Pasal 29 C).
5. Perubahan aturan pungutan untuk non komoditas tertentu. Barang kiriman yang diberitahukan melalui CN dengan nilai pabean sebesar FOB USD3 s.d. USD1.500 diterapkan tarif bea masuk sebesar 7,5 persen, tetapi dikecualikan dari pengenaan BMT dan pajak penghasilan (PPh). Sementara ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN) diatur sebagaimana ketentuan yang berlaku.
6. Perubahan tarif bea masuk terhadap komoditas tertentu yang sebelumnya dikenakan tarif MFN. Terdapat simplifikasi tarif bea masuk atas delapan kelompok komoditas yang sebelumnya dikenakan tarif MFN menjadi tiga kelompok pembebanan tarif. Tiga kelompok pembebanan tarif tersebut adalah tarif 0 persen, 15 persen, dan 25 persen. Barang kiriman berupa buku ilmu pengetahuan dikenakan tarif bea masuk sebesar 0 persen. Barang kiriman berupa jam tangan, kosmetik, dan besi/baja, dikenakan tarif bea masuk sebesar 15 persen. Terakhir, barang kiriman berupa tas, produk tekstil, alas kaki, dan sepeda, dikenakan tarif bea masuk sebesar 25 persen. Delapan komoditas ini juga dikecualikan dari pengenaan BMT, tetapi dikenakan PPN sesuai ketentuan yang berlaku. Sementara PPh dikenakan tarif sebesar 5 persen, tetapi dikecualikan terhadap buku ilmu pengetahuan.
7. Pengaturan khusus barang kiriman jemaah haji. Pengaturan secara khusus barang kiriman jemaah haji, meliputi jumlah barang yang dikirimkan, jangka waktu pemberitahuan CN, dan pengemasan barang oleh jemaah haji. Jemaah haji dapat mengirimkan barang paling banyak dua kali pengiriman dengan nilai pabean maksimal FOB USD1.500 per pengiriman. Dalam pengiriman ini dibebaskan dari bea masuk, PPN, dan PPh. Namun, apabila barang kiriman melebihi nilai pabean yang ditetapkan, maka atas kelebihannya dikenakan tarif bea masuk sebesar 7,5 persen, serta dikecualikan dari BMT dan PPh. Sementara ketentuan pajak PPN diatur sebagaimana ketentuan yang berlaku.
8. Pengaturan khusus barang kiriman hadiah perlombaan/penghargaan internasional Pengaturan secara khusus barang kiriman hadiah perlombaan/penghargaan internasional, meliputi jumlah barang yang dikirimkan dan kriteria barang yang dikirimkan. Warga negara Indonesia (WNI) yang menerima hadiah/penghargaan dapat mengirimkan barang berupa satu buah medali, trofi, lencana, dan/atau barang sejenis lainnya; dan/atau satu buah barang hadiah lainnya. Dalam pengiriman ini dibebaskan dari pungutan bea masuk, tidak dipungut PPN, serta dikecualikan dari BMT dan PPh.
9. Perubahan ketentuan ekspor barang kiriman. Terdapat lima perubahan pada ketentuan ekspor barang kiriman. Pertama, penegasan kepada eksportir/penyelenggara pos agar menyampaikan CN kepada Bea Cukai atas ekspor barang kiriman yang memiliki berat kotor di bawah 30 kilogram, sedangkan barang kiriman yang memiliki berat kotor di atas 30 kilogram disampaikan menggunakan pemberitahuan ekspor barang. Kedua, penyederhanaan ketentuan konsolidasi ekspor barang kiriman melalui dokumen pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PKBK). Ketiga, pemberian kemudahan rekonsiliasi ekspor barang kiriman melalui dokumen PKBK. Keempat, penegasan pembebasan bea masuk atas barang re-impor sebagaimana telah diatur dalam PMK Nomor 175/PMK.04/2021. Kelima, penegasan ketentuan lartas ekspor barang kiriman, tetapi ketentuan ini dikecualikan terhadap eksportir perseorangan (non-badan usaha).
Nirwala mengungkapkan bahwa melalui penerbitan PMK Nomor 4 Tahun 2025 ini, Bea Cukai terus berupaya melakukan perbaikan pelayanan dan memberikan kejelasan regulasi dalam impor dan ekspor barang kiriman dengan mendengarkan aspirasi dan melihat isu-isu yang pernah terjadi di masyarakat.
“Kami berharap penerbitan aturan baru terkait barang kiriman ini dapat menjawab pertanyaan dari masyarakat mengenai regulasi barang kiriman asal impor dan ekspor,” pungkasnya.