A1news.co.id|Meulaboh – Pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan antara Pemilu nasional dan Pemilu daerah dengan jeda waktu minimal 2 tahun.
MK memberikan pekerjaan rumah yang sangat besar kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur masa transisi berkenaan dengan masa jabatan anggota DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota melalui constitutional engineering yang berpegang pada prinsip perumusan norma peralihan.
Said Syahrul Rahmad, Ketua Bidang Demokrasi DPN ADKASI menjelaskan terkait skema Pemilu dan Pilkada kedepan pasca putusan MK, “berdasarkan putusan MK, Pemilu nasional yang terdiri dari pemilihan paslon Presiden, DPR dan DPD akan dilaksanakan pada tahun 2029.
Sedangkan Pemilu daerah yang terdiri dari pemilihan kepala daerah, DPRD provinsi/kabupaten/kota akan dilaksanakan setelah jeda minimal 2 tahun dari Pemilu nasional yaitu tahun 2031”.
Beliau melanjutkan “skema ini berimplikasi pada pengaturan masa jabatan kepala daerah dan DPRD yang terpilih pada 2024 lalu yang jabatannya berakhir 2030 untuk kepala daerah dan 2029 untuk DPRD.
Jika selama ini kita mengenal adanya pj sebagaimana di atur dalam UU 30/2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, dan dalam aturan organic lainnya untuk mengisi kekosongan kepala daerah di masa transisi.
Lalu bagaimana dengan DPRD? Apakah diperpanjang masa jabatannya atas nama transisi atau ada skema lain?”.
Untuk mengisi kekosongan DPRD maka masa jabatan DPRD potensi diperpanjang hingga tahun pelaksanaan pemilu serentak didaerah tahun 2031.
Karena secara kelembagaan, DPRD tidak mengenal Penjabat atau istilah lainnya sebagaimana Kepala Daerah. Yang ada hanya istilah PAW, itu pun untuk mengisi sisa jabatan dalam 5 tahun.
Said Syahrul Rahmad menegaskan bahwa Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia akan melibatkan diri untuk mengkaji rumusan masa transisi ini, “tentu ADKASI memiliki peran yang signifikan untuk ikut memberikan rekomendasi melalui kajian yang komprehensif dengan melibatkan semua pihak terumata pakar hukum tata negara”.
Politisi Golkar yang menjabat sebagai wakil ketua DPRK Nagan Raya ini juga meminta agar pembentuk undang-undang harus memegang prinsip kehati-hatian dalam perumusan masa transisi ini.
“Pengaturan masa jabatan kepala daerah dan DPRD pada masa transisi ini harus berlandaskan pada teori dan asas hukum tata negara, sehingga hasil perumusan nanti tidak mengandung kepentingan politik pragmatis”.
“Kita juga mendorong agar momentum pelaksanaan putusan MK ini digunakan untuk melakukan kodifikasi hukum Pemilu dan Pemilihan.
Putusan MK menggambarkan bahwa tidak ada lagi pemisahan antara rezim Pemilu dan Pilkada, keduanya digabung dengan skema jeda, selama 2 tahun atau paling lama selama 2 tahun 6 bulan antara Pemilu nasional dan Pemilu daerah sehingga kodifikasi hukum Pemilu dan hukum pemilihan adalah sebuah keniscayaan”, Ujarnya.(*)