A1news.co.id|Takengon – Penasehat hukum korban kasus kekerasan dalam komunitas Zumba, Hamidah, S.H., M.H., PCL, menyampaikan kekecewaannya terhadap proses hukum yang dianggap tidak mencerminkan keadilan.
Ia mengungkapkan bahwa kasus kekerasan berulang terhadap kliennya, RH, justru akan disidangkan sebagai tindak pidana ringan (Tipiring), meskipun telah dilaporkan sebagai kekerasan serius dan berencana.
Hamidah mengaku telah mendampingi korban sejak awal pelaporan ke SPK Polres Aceh Tengah, setelah insiden kekerasan fisik yang terjadi pada kegiatan Zumba di sebuah hotel kawasan Bebesen pada April 2025.
“Saat korban melapor, saya sempat menyarankan penyelesaian baik-baik. Tapi setelah mendengar bahwa kejadian ini sudah berulang sejak 2023 dan 2024, saya menyadari ini bukan sekadar insiden, tapi kekerasan yang terstruktur dan berulang.
Saya langsung memutuskan untuk mendampingi korban melapor secara hukum,” jelas Hamidah, Sabtu (12/7/2025).
Dalam proses pelaporan, korban turut membawa surat visum dari rumah sakit serta bukti video kekerasan yang diserahkan langsung kepada penyidik.
Hamidah menyebut bahwa penyidik sempat mengakui adanya unsur kekerasan dalam kasus tersebut. Namun, arah penanganan kasus sempat disarankan untuk diselesaikan lewat Fasilitasi Keadilan Restoratif (FJ).
“Kami tolak karena TKP berada di hotel, bukan lingkungan perumahan, dan alamat pelaku berbeda dengan korban. Akhirnya laporan diterima dan proses hukum berjalan sampai ke penyidik.
Tapi pagi ini saya terkejut karena diberi kabar bahwa kasus ini akan disidangkan sebagai Tipiring,” ujarnya.
Ia mempertanyakan dasar dan pertimbangan hukum pihak kepolisian dalam mengklasifikasikan kasus kekerasan fisik berulang tersebut sebagai pelanggaran ringan.
“Bukti video ada, visum ada, saksi ada, unsur kekerasan dan perencanaan juga ada. Tapi justru disidangkan Tipiring. Saya akan kawal kasus ini sampai persidangan agar hakim bisa melihat fakta yang sebenarnya,” tegasnya.
Hamidah menegaskan, pendampingannya bukan semata membela satu korban, tapi juga upaya menciptakan perlindungan hukum yang adil bagi perempuan, khususnya di ruang publik seperti komunitas olahraga.
“Kita ingin agar kejadian ini tidak terulang kepada ibu-ibu lainnya, khususnya peserta Zumba di Aceh Tengah. Hukum harus benar-benar ditegakkan,” tutupnya.(Tim)