A1news.co.id|Banda Aceh– Makam Syiah Abdurrauf yang biasa dipanggil dengan sebutan Syiah Kuala yang terletak dekat pantai Desa Dayah Kuala arah barat kota Banda Aceh.
Pada masa tsunami Aceh tahun 2004 makam Ulama ini tidak terjamah air laut.
Menurut saksi mata waktu ketinggian air laut mencapai 15 meter tapi air laut cuma mengitari makam Syeih.
Jarak makam dengan garis pantai cuma lebih kurang 25 meter, di sinilah kuasa Allah gelombang tsunami tidak bisa menjamah makam yang mulia ini.
Menurut penduduk setempat malam nya tanggal 26 Desember 2004 ada sekelompok orang membuat acara pesta dengan alat musik disekitar makam Syekh sabtu dan ke esok hari hari minggu sekitar jam 09 pagi.
Kota Banda Aceh digoncang gempa yang maha dahsyat sehingga air Laut naik ke darat setinggi 15 meter menyapu bersih kota Banda Aceh, namun makam beliau aman dari kerusakan.
Syeih Abdurrauf lahir tahun 1001 H atau 1696 M anak dari seorang ayah bernama Al-Fansuri dan wafat pada usia 105 tahun tepatnya tanggal 23 Syawal 1196 H.
Dan di makam kan di Desa Menasah Dayah Kuala Aceh yang sekarang disebut Syiah Kuala Banda Aceh.
Ada satu Universitas ternama di Banda Aceh mengabadikan nama Syekh ini menjadi nama universitas Syi’ah Kuala.
Makam banyak diziarahi orang sekitar Aceh dan luar Aceh seperti dari Sumatra Barat dan Sumatera Utara dan ada juga melepas nazar dengan menyembelih kambing.
Menurut Bustamam (39) ketika ditanya awak media A1news.co.id mengatakan ‘biasanya hari senin dan kamis orang datang membuat kenduri dengan menyembelih hewan kambing.
Menurut Bustamam yang sehari hari bertugas membersihkan komplek makam menyebutkan kan pihak pengurus makam ada menyediakan kan hewan kambing.
Apabila yang punya hajat kesulitan membawa dari jauh pihak pengurus makam juga ada menyediakan kan hewan kambing dengan harga bervariasi mulai dari 1.5 juta sampai dengan harga 2.5 juta 1 ekor kambing.
Dan juga pihak pengelola makam menyediakan peralatan masak seperti kuali piring dan kompor.
Biaya masuk ke komplek makam dikenakan parkir 5000 per unit mobil dan bisa menampung dilahan parkir sekitar 50 unit mobil.
Situs sejarah ini sudah menjadi agenda pemeliharaan dan perawatan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan teknologi kota Madya Banda Aceh.(Din)