A1news.co.id|Takengon– Siapapun yang diamanati sebagai pemimpin harus tahu bahwa pemerintah itu sejatinya memerlukan kritik.
Adanya kritik mendorong menemukan dan melakukan sesuatu ke arah kemajuan bangsa dan negara.
Penguasa atau pejabat di level manapun semestinya berterima kasih kepada yang mengingatkan. Bukan antipati kepada yang memberi saran dan peringatan.
Berpeganglah pada kata bijak ” Yang memberi sanjungan itu teman biasa dan yang mengingatkan itu sahabat setia”.
Kalau anggota legislatif berbicaranya di dalam gedung rakyat. Sementara, bagi rakyat biasa, bersuara di ruang terbuka.
Sesungguhnya kritik itu sehat bagi kehidupan bernegara. Sindiran, peringatan bahkan cercaan adalah vitamin bagi pemegang kebijakan, bahkan membangkitkan energi empati pada rakyat.
Rakyat berbicara karena mereka pemilik kedaulatan, Mereka tidak membiarkan ada yang terlambat, salah arah atau tersesat dalam urusan kepentingan rakyat.
Bagi penguasa jangan melaknat rakyat yang berbicara, sepanjang mereka menyampaikan fakta dan logika bernegara.
Tapi tunjukkan sikap sensitif, reaktif dan empati dengan kerja nyata menata perbaikan, penyempurnaan, pembaharuan yang berkemajuan.
Peri mestike (tutur bijak) Gayo menuturkan “Reje ton kapur sesak”. Maknanya penguasa atau pejabat itu tempat rakyat menyampaikan harapan, keluh kesah, pujian, sanjungan, saran, peringatan, cercaan dan bahkan sumpah serapah.
Tidak ada dalil bagi penguasa atau pejabat untuk tersinggung, marah atau menghukum rakyatnya yang bicara.
Bengisnya penguasa tanda kerdilnya jiwa dan matinya nurani, Mereka menganggap apapun yang dikerjakan mutlak kebenarannya.
Pandangan seperti ini adalah refleksi dari hati dan otak yang disesaki kesombongan dan nafsu berkuasa.
Seakan mereka katakan “kalian jangan menggonggong karena kami sedang berlalu.”
Buya Anwar Abbas Wakil Ketua Umum MUI menanggapi dengan tajam atas pandangan pejabat negara yang antipati terhadap kritik.
Beliau menegaskan : “Jika masih perlu ada kata angkat kaki dan kata usir-mengusir maka yang harus angkat kaki dan harus diusir dari negeri ini, bukannya para pengkritik pemerintah, tapi Luhut sendiri.
Tetapi, apakah hal itu baik bagi kepentingan bangsa dan negara kita?. Terserah kepada kita semua untuk menjawabnya”.
Bila tidak ingin muncul peringatan, cercaan dan sumpah serapah dari rakyat, maka tunaikan janji dan sumpah dengan sempurna.
Mengabdilah sepenuh hati padanya yang butuh pelayanan.
Kita berharap penguasa atau pejabat saat ini bukan orang-orang yang disinggung oleh Allah swt karena “Mereka tuli, bisu, lagi buta, sehingga mereka tidak dapat kembali”( QS Al Baqarah 18).
Semoga apapun pekerjaan kita dan bagi yang diamanati jabatan atau kekuasaan ditunaikan bernilai ibadah untuk meraih ridho dan kasih sayang Allah swt.
Teluk Pukes, 17 03 2024
Penulis : Ama Karimansyah