A1news.co.id|Takengon– Gajah salah satu hewan/satwa yang dilindungi oleh Undang-undang kawanan gajah liar selama ini telah memasuki permukiman masyarakat yang menjadi suatu problem bagi masyarakat. Sementara ini konflik manusia dengan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Provinsi Aceh belum selesai.
Menurut data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dikutip dari mongabay Indonesia menunjukkan bahwa periode Januari hingga Agustus 2022, konflik manusia dengan gajah sebanyak 68 kasus.
Wilayah yang tersebar diantaranya meliputi di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Selatan, Nagan Raya, Bener Meriah, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tengah, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Tenggara, dan Subulussalam.
Sementara awak media memfokuskan pada gajah liar yang memasuki ke permukiman warga diwilayah Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah.
Kepala BKSDA Resort Aceh Tengah Jamal saat diwawancarai awak media melalui telepon seluler mengatakan sementara ini penyebab gajah liar masuk ke permukiman warga di Kabupaten Aceh Tengah belum diketahui percis sebab dirinya belum lama bertugas di Aceh Tengah.
Ia menyampaikan dalam konteks topik ini permasalahannya adalah hutan, yang mana hutan merupakan habitat gajah termasuk salah satunya yaitu habitatnya rusak disebabkan seperti pembalakan hutan, pembukaan lahan baru (dikawasan hutan lindung) itu berpengaruh.
“Hutan lindung tempat-tempat makanan gajah dan sekarang terbuka sudah menjadi lahan itu bisa jadi penyebabnya. Hal ini beranggapan bagi kami ini suatu musibah,” ungkapnya.
Dalam hal ini penyebab satwa (gajah liar) masuk ke area permukiman masyarakat disebabkan terusiknya habitat (di ganggu/rusak).
Di tempat terpisah, awak media mewawancarai salah seorang tokoh masyarakat atau korban konflik dari gajah liar di Kabupaten Bener Meriah ia mengatakan penyebab gajah liar masuk ke permukiman warga yaitu adanya ketersediaan makanan didalam Desa dan permukiman,
Sehingga gajah tersebut candu untuk memakannya, kemudian menyebabkan sulitnya untuk di giring ke luar pemukiman. Ketersediaan makanan contohnya, tanaman sawit, pisang, pinang, kelapa tebu, dan lain-lain.
Lanjut, seorang tokoh masyarakat menyampaikan harapan dan masukan satu-satunya yaitu dengan cara di jinakan, relokasi. Namun dikarenakan terdapat kendala teknis dan aturan maka itu tidak dapat dilaksanakan.
Selama ini kami melihat pemerintah sudah maksimal untuk menanganinya, dari pihak pemerintah bawah seperti desa, kecamatan, kabupaten, prov bksda sudah saling berkoordinasi dan berupaya untuk menanganinya namun hasilnya belum maksimal.
Sementara Ketua Tim Pemantau Flora dan Fauna (TPFF) Muslim Gajah saat diwawancarai menyampaikan saat ini dari pemantauan langsung dilapangan permasalahan gajah masuk ke permukiman adalah terbentang nya HGU yang di izinkan oleh pemerintah daerah/Kabupaten Bireun.
Itu merupakan salah satu penyebab gajah masuk ke permukiman. Kemudian dengan terhambatnya jalur tersebut membuat gajah-gajah liat terpencar dan makanan sudah habis berakhir memasuki permukiman masyarakat.
Dirinya menyebutkan saat ini pemerintah sudah mengizinkan dan mengapa tidak dibuat jalur gajah diseputaran area persawitan perusahaan Haji Subar.
“Jalurnya saja dibuat, jangan dihambat jalur gajah itu untuk melintas,” harapnya.
Selanjutnya Kepala Resort CRU Bener Meriah Waddi saat dikonfirmasi belum merespon.(BA)