A1news.co.id|Subulussalam– Seruan keras datang dari mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Subulussalam, Ishak Munthe alias Gadis, yang meminta Gubernur Aceh segera menindaklanjuti persoalan limbah PT Medco Sumber Barito II (MSB II).
Permintaan tersebut merespons kekhawatiran masyarakat atas dugaan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas pabrik yang beroperasi di wilayah Kota Subulussalam.(11 Juni 2025).
Dalam pernyataan kepada awak media, Gadis menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap surat resmi yang telah diajukan oleh Wakil Wali Kota Subulussalam kepada Pemerintah Aceh.
Khususnya menyangkut dugaan pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat lokal.
Saya sangat miris melihat kondisi ini. Jangan sampai rakyat kembali menjadi korban dari permainan kepentingan.
Saya meminta Gubernur Aceh, yang merupakan tokoh perjuangan GAM, agar segera menelaah surat dari Pemko Subulussalam dan mengambil sikap tegas terkait keberlanjutan operasional pabrik PT MSB II,” ujar Gadis.
Gadis menilai, konflik yang muncul di tengah masyarakat saat ini cenderung dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik dan jabatan, sementara masyarakat menjadi korban nyata di lapangan.
Ia mengingatkan agar tidak ada pihak yang bermain api di tengah masyarakat yang baru saja pulih dari trauma konflik Aceh.
Jangan korbankan kami hanya demi kekayaan atau kekuasaan. Seratus ribu rupiah tidak sebanding dengan masa depan anak-anak kami. Kami tidak ingin kampung kami kembali dirusak oleh kerakusan,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, Gadis juga menyampaikan tiga tuntutan utama kepada Pemerintah Aceh:
1. Audit independen terhadap aktivitas pabrik dan dampaknya terhadap lingkungan, khususnya ekosistem sungai.
2. Dialog terbuka yang melibatkan masyarakat, Pemko Subulussalam, dan manajemen PT MSB II guna mencari solusi yang adil dan transparan.
3. Penetapan status operasional pabrik berdasarkan hasil evaluasi menyeluruh, apakah tetap dilanjutkan, dibekukan, atau dihentikan sepenuhnya.
Gadis menyuarakan harapan besar bahwa ke depan, pembangunan Aceh harus berpijak pada prinsip keadilan lingkungan, bukan sekadar pertumbuhan ekonomi semu.
Ia menegaskan bahwa Aceh membutuhkan pemimpin yang tidak hanya memahami sejarah perjuangan rakyat, tetapi juga berani mengambil keputusan demi melindungi masa depan.
Ini bukan sekadar isu limbah, ini ujian moral kita semua. Apakah kita berani memilih jalan yang benar untuk generasi mendatang?” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemerintah Aceh maupun PT MSB II terkait desakan evaluasi tersebut.(Ramona).