A1news.co.id|Takengon – Sebagai Provinsi yang menjujung tinggi penerapan Syariat IsIam dan sebagai Provinsi dengan kekhususannya, tentu kehadiran Koperasi Merah Putih harus mendapatkan perhatian khusus baik dari Pemerintah Pusat maupun pemerintah Provinsi.
Program Koperasi Desa Merah Putih (KMP) merupakan salah satu program Presiden Prabowo Subianto, dimana cita cita dari program tersebut ialah untuk kesejahteraan masyarakat dan kemandirian desa.
Aryanto yang merupakan tim pembentukan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) kabupaten Aceh Tengah,menilai bahwa Pengoperasian Kopdes Merah Putih Di Aceh harus dikaji ulang oleh Pemerintah Provinsi.
Dengan sistem Top-Down yang dilakukan oleh Pemerintah pusat tentu akan bertabrakan dengan peraturan-peraturan yang telah lama dibuat dan dilaksanakan di Aceh.
“Koperasi Merah Putih harus di Kaji lebih detail lagi oleh pemerintah provinsi Aceh.
Karena ini menyangkut dengan Integritas kita sebagai daerah Yang menjujung tinggi Syariat Islam dalam semua Aspek, terkhusus lagi ini menyangkut ekonomi rakyat” Tegas Anto.
Qanun Aceh Nomor 8 tahun 2014 yang mana telah mengatur tentang pokok-pokok Syariat Islam termasuk juga bidang Muamalah, kemudian di kuatkan lagi dengan Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, yang menyatakan bahwa seluruh lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh wajib menjalankan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Sebagai mana yang kita ketahui bersama bahwa Kopdes Merah Putih ini menggunakan sistem Top-Down, yang mana sistem ini dapat dikatakan Juga dengan istilah sistem komando yang mengharuskan sistem dan regulasinya sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia dan juga disisi lain terkesan terburu-buru dalam proses pembentukannya.
Kembali Aryanto menyampaikan bahwa Berbicara tentang Platform Kredit yang diberikan Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) dengan Bunga pinjaman yang diusulkan sebanyak 3% saja ini sudah melanggar nilai-nilai muamalah islam meskipun dengan Tenor yang ditawarkan cukup lama,terlebih lagi hal hal krusial lainya seperti akad yang di gunakan yang hampir tidak pernah di sosialisasikan kepada masyarakat. Terangnya.
Pihaknya juga mengkhawatirkan apakah Kopdes Merah Putih dapat Grow-up dengan metode Top-Down di tengah-tengah maraknya persaingan ekonomi, ditambah lagi dengan target keuntungan yang disampaikan oleh Menteri Koperasi sebanyak 1 Miliar per tahun dinilai cukup sulit untuk dicapai jika menggunakan Model Bisnis dan Jenis Usaha yang diinstruksikan oleh pemerintah pusat.
“Pemerintah Provinsi baik itu Gubernur,Dinas Koperasi dan Para Tokoh-tokoh Ulama harus terlibat aktif terkait hal ini, daerah kita berbeda dengan provinsi lain.
Oleh karena itu pendekatan ekonominya juga berbeda, tidak serta merta harus mengikat kepada aturan dan model bisnis yang di instruksikan pemerintah pusat”.
Aryanto juga menyampaikan bahwa ini belum terlambat untuk di perbaiki, meskipun beberapa desa di Aceh sudah membentuk Koperasi merah Putih, akan tetapi Pemerintah Provinsi masih memiliki ruang yang cukup besar untuk mengevaluasi.(WD)