A1news.co.id|Takengon- Enam tahun lamanya Yusra Efendi memendam keresahan akibat tudingan miring yang mencemarkan nama baiknya.
Mantan Direktur Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) Berdikari, Desa Pedemun, Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah ini akhirnya angkat suara dan mendesak sumpah dan klarifikasi terbuka atas tuduhan tidak berdasar yang menurutnya telah mencoreng reputasi dan martabat dirinya di tengah masyarakat.
Dugaan pencemaran nama baik tersebut bermula pasca pengunduran dirinya dari jabatan Direktur BUMK pada tahun 2017.
Dalam sebuah pernyataan yang beredar luas, penggantinya, Ihwan, menyebutkan bahwa hanya menerima dana sisa sebesar Rp98 juta dari total anggaran, menyisakan pertanyaan atas selisih dana Rp20 juta yang secara faktual, menurut Yusra, telah diserahkan secara tunai.
Kepada awak media, Yusra menjelaskan bahwa pada tahun 2016, BUMK Desa Pedemun mengelola anggaran sebesar Rp198 juta. Ketika ia mengundurkan diri pada awal 2017.
Dana sisa sebesar Rp118 juta telah diserahkan langsung kepada Ihwan selaku direktur baru, didampingi bendahara, Sukurdi. Penyerahan tersebut, kata Yusra, dilakukan di kediaman Sekretaris Desa, disaksikan oleh Sahidin (mantan Sekdes), serta Ridwan (mantan Ketua RGM).
“Saya serahkan secara tunai,sebesar 20 juta dan 98 juta dalam buku rekening BUMK penyerahan secara terbuka, dan di hadapan para saksi.
Bahkan LPJ resmi terkait pengeluaran dana sebesar Rp80 juta juga saya serahkan ke Pemerintah Desa saat itu,” ujar Yusra.
Ia merinci penggunaan dana BUMK sebagai berikut:
Rp64 juta untuk pembangunan lapangan parkir milik usaha BUMK,
Rp8 juta untuk penyelesaian konflik sosial antara BUMK dan masyarakat,
Rp8 juta untuk kebutuhan operasional sejak pendirian BUMK.
Yusra menegaskan bahwa seluruh aktivitas keuangan semasa ia menjabat telah dilaporkan secara transparan, baik melalui dokumen maupun saksi.
Namun, pernyataan Ihwan yang hanya mengakui penerimaan dana sebesar Rp98 juta menimbulkan dugaan bahwa terdapat dana tak jelas sebesar Rp20 juta.
Situasi ini kemudian berkembang menjadi fitnah publik yang secara moral membebani Yusra selama bertahun-tahun.
“Meski persoalan ini tidak pernah diproses secara hukum, tapi saya dirugikan secara sosial.
Selama enam tahun saya dicemooh, seolah-olah saya korupsi uang kampung. Padahal semua jelas, ada saksi dan dokumen,” ungkapnya penuh tekanan emosional.
Menurut Yusra, fitnah tersebut telah menodai integritas pribadinya serta menghambat aktivitas sosialnya di kampung halaman.
Yusra pun menuntut Pemerintah Desa Pedemun untuk segera mengambil langkah tegas dan adil. Ia meminta agar seluruh pihak yang terkait dalam penyerahan dana dan LPJ BUMK dihadirkan dalam forum resmi di hadapan masyarakat.
“Saya minta Bedel Desa memanggil semua yang terlibat dan menyumpah mereka dengan sumpah Pocong di hadapan masyarakat desa Pedemun,Ini bukan soal uang semata, ini soal kehormatan. Nama saya harus dipulihkan secara terbuka,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi terpisah oleh media, Ihwan membantah telah melakukan tuduhan langsung. Ia menilai bahwa setiap pernyataan harus didukung bukti yang kuat, termasuk saksi dan dokumen resmi.
“Kalau ada penyampaian seperti itu, tentu harus dibuktikan. Jangan hanya sepihak. Silakan konfirmasi juga ke aparat desa yang saat itu ikut menyaksikan,” kata Ihwan.
Media akan melanjutkan upaya konfirmasi dan penelusuran fakta dengan menghadirkan seluruh pihak terkait, termasuk mantan Sekretaris Desa Sahidin, mantan Ketua RGM Ridwan, serta bendahara BUMK saat itu.
Upaya ini dilakukan guna menghadirkan kejelasan dan transparansi di tengah masyarakat, sekaligus sebagai bagian dari upaya media dalam menjaga keadilan dan integritas informasi publik.