A1news.co.id|Aceh – Suara ledakan kemarahan datang dari Rimung Buloh Pasee, mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang menembakkan kritik tanpa tedeng aling-aling kepada petinggi GAM dan Pemerintah Aceh.
Dengan nada tegas dan penuh amarah, Rimung menuding pemerintah dan pihak-pihak yang berkuasa telah membiarkan mantan kombatan GAM dan rakyat Aceh menjadi penonton di negeri sendiri, sementara lapangan kerja di Aceh justru dikuasai oleh orang luar.
Jangan buat kami seperti anak tiri di tanah sendiri. Ini tanah Aceh! Rakyat Aceh berhak kerja di sini! Kalau kalian terus abaikan, jangan salahkan kami kalau ada hal yang kalian tidak sanggup kendalikan nanti!” seru Rimung, memecah suasana dengan suara lantang.
Ia menegaskan, 20 tahun setelah penandatanganan MoU Helsinki, rakyat Aceh belum merasakan janji-janji kesejahteraan.
Yang terlihat justru ironi: perusahaan, proyek, dan sektor kerja penuh tenaga kerja dari luar daerah, sementara pemuda Aceh menganggur.
Kalau pecah masalah nanti, jangan ada yang tangkap bangsa Aceh. Kami sudah muak lihat orang luar kerja, sementara rakyat Aceh buya krung teu dong dong, buya tamong meuraseuki. Tuan rumah kelaparan, tamu berpesta!” katanya dengan nada mengecam.
Kemarahan yang Berakar dari Janji Perdamaian yang Diingkari.
Rimung mengingatkan, perdamaian sejati bukan hanya berhentinya tembakan senjata, tapi hadirnya kehidupan yang layak.
Menurutnya, pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh telah gagal membangun program yang menjadi hak rakyat sesuai amanat MoU Helsinki.
Ia menuntut:
A. Pendidikan gratis hingga kuliah, termasuk beasiswa luar negeri.
B. Kesehatan gratis dan setara nasional di semua kabupaten.
C. Rumah layak untuk rakyat miskin dan korban konflik.
D. Lapangan kerja yang memprioritaskan tenaga lokal, khususnya mantan kombatan.
E. Harga BBM dan kebutuhan pokok murah sebagai daerah penghasil migas.
F. Pembagian hasil sumber daya alam secara transparan.
G. Infrastruktur merata hingga ke pelosok.
H. Program khusus pemberdayaan mantan kombatan dan korban konflik.
Pesannya jelas: bila rakyat Aceh terus dipinggirkan, perdamaian ini rapuh. Api kecil kekecewaan bisa menjadi kobaran besar, dan ketika itu terjadi, semua pihak akan menanggung akibatnya.
Kami bukan minta-minta. Kami menuntut hak! jangan tunggu Aceh kembali terbakar baru kalian sadar,” tutup Rimung, meninggalkan pesan peringatan yang menggema ke media ini.(*)