LA1news.co.id|Nagan Raya – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Nagan Raya menyampaikan kritik keras terhadap praktik pemasangan listrik PLN yang dinilai menimbulkan polarisasi dan keresahan di tengah masyarakat.
Pasalnya, muncul dugaan adanya polarisasi dan pungutan tambahan dari pihak ketiga di luar biaya resmi, sehingga membebani warga dan menimbulkan ketidakadilan dalam proses pemasangan listrik baru.
Rovi arinanda Sekretaris Umum HMI Cabang Nagan Raya, dalam keterangannya, menegaskan bahwa listrik merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang seharusnya dapat diakses secara merata dan transparan.
Kami tidak ingin masyarakat kecil menjadi korban permainan oknum-oknum yang memanfaatkan kebutuhan dasar ini untuk mencari keuntungan pribadi.
Pemasangan listrik harus mengikuti aturan resmi, bukan dengan polarisasi dan pungutan tambahan yang tidak jelas asal-usulnya,” tegasnya.
Rovi menilai, permasalahan ini bukan hanya soal pungutan liar, tetapi juga soal lemahnya pengawasan terhadap proses distribusi dan pemasangan jaringan listrik di tingkat daerah.
Akibatnya, muncul pihak ketiga yang seolah-olah menjadi perantara antara masyarakat dan PLN, padahal fungsi tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Kondisi ini berpotensi menimbulkan polarisasi di masyarakat, di mana sebagian warga yang mampu membayar pungutan tambahan bisa lebih cepat menikmati listrik, sementara warga kurang mampu tertinggal.
Polarisasi ini sangat berbahaya. Listrik seharusnya menjadi pemersatu, bukan pemecah.
Ketika ada yang bisa cepat terpasang karena membayar lebih, sementara lainnya terhambat, ini jelas merusak rasa keadilan,” lanjutnya.
Rovi, mendesak PLN wilayah Aceh, khususnya unit di Nagan Raya, untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh dan memperketat pengawasan serta keterbukaan tarif terhadap setiap proses pemasangan.
Mereka juga meminta aparat penegak hukum untuk tidak tinggal diam, melainkan menindak tegas oknum atau pihak ketiga yang terbukti melakukan pungutan tambahan.
Selain itu, Rovi mendorong pemerintah daerah agar turut mengawal isu ini secara serius. Menurut mereka, akses listrik bukan hanya urusan infrastruktur, tetapi juga terkait dengan hak dasar warga negara dalam memperoleh pelayanan publik yang layak.
Kalau masalah ini dibiarkan, akan lahir ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara dan pemerintah. Kami tegaskan, listrik adalah hak rakyat, bukan komoditas untuk diperjualbelikan dengan cara yang melanggar aturan,” tutupnya.(*)