A1news.co.id|Takengon – Di bawah langit cerah Pegasing, derap kaki kuda kembali menggema di Arena H. Muhammad Hasan Gayo. Bukan sekadar perlombaan, Pacuan Kuda Gayo adalah perayaan jiwa, tradisi, dan kebanggaan masyarakat Dataran Tinggi.
Tahun ini, dalam semarak HUT ke-80 Republik Indonesia, arena pacuan menjadi panggung bagi 216 ekor kuda dari 11 kabupaten/kota se-Aceh, membawa serta harapan, semangat, dan warisan budaya yang tak lekang oleh waktu.
Setiap tahun, ribuan warga memadati arena pacuan, bukan hanya untuk menyaksikan laga, tetapi untuk merayakan identitas mereka.
Dalam sambutannya, Bupati Aceh Tengah menegaskan bahwa pacuan kuda telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Gayo.
“Selain hari-hari besar keagamaan, pacuan kuda memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Dataran Tinggi Gayo,” ucapnya penuh semangat.
Bagi masyarakat, pacuan kuda bukan sekadar tontonan. Ia adalah ritual sosial, ruang silaturahmi, dan simbol kebersamaan lintas generasi.
Tahun ini, Ketua KONI Aceh Tengah, M. Ibnu Akbar, memperkenalkan dua jalur dalam kompetisi: jalur prestasi dan jalur tradisional.
Langkah ini bukan hanya untuk melestarikan budaya, tetapi juga membuka jalan bagi atlet berkuda menuju panggung nasional dan internasional.
“Kegiatan ini kami daftarkan ke KONI Provinsi Aceh agar atlet kita bisa berlaga lebih jauh, Oleh karenanya kami balut dengan Tema “Tradisi Untuk Prestasi” Jelasnya.
Mewakili Ketua DPRK Aceh Tengah, Nove Alfirzan menyampaikan apresiasi tinggi kepada panitia yang tetap menyelenggarakan acara secara maksimal di tengah keterbatasan anggaran.
“Kegiatan ini dapat menjadi pendorong UMKM dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Namun kita tetap harus menjaga kebersihan sesuai visi misi Bapak Bupati: menjadikan Aceh Tengah bersih,” ujarnya.
Ia juga menyuarakan harapan agar pacuan kuda dapat menjadi agenda tahunan tingkat provinsi, dengan dukungan dan perhatian serius dari berbagai pihak
Laga pembuka berlangsung meriah, dipandu oleh MC acara dan didampingi langsung oleh Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tengah.
Sorak sorai penonton, aroma jajanan lokal, dan semangat para joki muda menciptakan atmosfer yang tak terlupakan.
Di tengah derap kuda dan riuh tepuk tangan, satu hal menjadi jelas: Pacuan Kuda Gayo bukan hanya tentang siapa yang tercepat.
Ia adalah tentang siapa yang paling setia menjaga warisan, paling gigih membangun kebersamaan, dan paling tulus mencintai tanah kelahiran.(WD)