A1news.co.id|Takengon – “Sombong dan ego bukanlah tanda kekuatan atau kemuliaan. Ia hanya topeng bagi kelemahan dan ketakutan.
Orang cerdas tahu cara merendah, karena mereka tak perlu membuktikan apa-apa, justru kebodohanlah yang merasa perlu bersuara paling keras untuk dianggap hebat.”
Ada satu kisah yang terlalu sering terulang di sudut-sudut gelap kehidupan masyarakat di Aceh Tengah.
Kisah tentang seseorang yang menolak untuk diselamatkan, bukan karena tidak mampu, tapi karena terlalu tinggi hati untuk mengakui bahwa ia sedang tenggelam.
Ia adalah pengguna narkoba. Dulu dikenal sebagai pemuda cerdas di lingkungannya. Ia punya harapan besar untuk meraih masa depan, bahkan menjadi kebanggaan keluarga dan banyak orang.
Namun hari ini, ia adalah sosok yang hancur oleh pilihannya sendiri, bukan karena tak ada yang menolong. Bukan karena tak ada jalan keluar.
Tapi karena egonya terlalu besar untuk mengakui kesalahan, dan sombongnya terlalu tinggi untuk menerima uluran tangan.
Sombong, dalam kasus ini, bukan hanya soal membusungkan dada.
Sombong adalah saat seseorang tahu dia salah, tapi tetap berjalan di arah yang sama karena gengsi untuk kembali ke jalan terang.
Ego adalah saat seseorang memilih kehancuran, daripada mengakui bahwa ia butuh bantuan dan itu bukanlah keberanian.
Itu adalah kebodohan yang menyamar sebagai keteguhan.
Sementara ia terus hidup dalam keterpurukan, bagai tenggelam dalam lumpur,semakin ia bergerak, semakin ia terperosok dalam.
Keluarga pun ikut runtuh harapannya. Ibu, ayah, istri, dan anak hanya bisa termenung, menatap masa depan yang semakin buram.
Ibu yang tak lagi bisa tidur nyenyak, Ayah yang menua lebih cepat karena menahan malu dan cibiran.
Anak yang kehilangan harapan, menanggung beban dari jalan hidup yang tidak mereka pilih, satu orang jatuh, satu keluarga ikut hancur.
Semua itu terjadi karena satu keputusan yang dipegang erat, menolak berubah.
Lantas, apa yang membuat seseorang begitu keras kepala mempertahankan kehancuran? Jawabannya hanya satu adalah ego.
Ego adalah racun yang bahkan lebih mematikan dari narkoba itu sendiri. Ia membutakan, memekakkan, dan menutup hati dari kebaikan.
Ia membuat orang merasa benar, meski jelas-jelas salah. Ia membuat orang merasa hebat, padahal sebenarnya sedang berada di ambang kehancuran.
Kita hidup di zaman di mana mengakui kesalahan dianggap kelemahan. Padahal, hanya orang kuat yang sanggup mengaku salah dan mau memperbaikinya.
Kecerdasan bukan diukur dari seberapa keras seseorang membantah nasihat, atau seberapa piawai ia memutar balik kata. Tapi dari seberapa cepat ia kembali ke jalan yang benar saat sadar bahwa dirinya tersesat.
Orang yang benar-benar cerdas akan menjauh dari narkoba. Bukan hanya karena sadar bahayanya, tapi karena ia tahu bahwa hidup jauh lebih berharga daripada rasa tinggi sesaat yang berujung penyesalan seumur hidup.
Tidak ada kebanggaan dalam kehancuran, tidak ada kehebatan dalam menolak pertolongan dan tidak ada kecerdasan dalam mempertahankan kebodohan.
Kepada siapa pun yang masih bergumul dalam jerat narkoba:
Masih ada kesempatan untuk kembali, “Turunkan Ego, Akui Salahmu, dan Pilihlah Jalan Hidup”.
Raihlah masa depan yang bersinar, jangan biarkan kesombongan membuatmu kehilangan segalanya,termasuk mereka yang paling mencintaimu.
Penulis : Ketua GANN Aceh Tengah Yusra Effendi