A1news.co.id|Aceh Singkil – Malam di Pulo Sarok, Kecamatan Singkil, tampak tenang. Namun di balik gelap pesisir dan jalanan sunyi, sekelompok warga bersama aparat desa menyusuri setiap sudut kampung. Mereka bukan sekadar ronda biasa malam itu.
Pemerintah Desa Pulo Sarok menggelar patroli keamanan lingkungan untuk menekan tindak maksiat dan menjaga marwah Syariat Islam di wilayahnya , malam Ahad (25/10).
Patroli dimulai pukul 23.30 WIB dari kawasan pesisir pantai. Dengan senter dan kendaraan seadanya, tim menyusuri area publik, jalan-jalan sepi, hingga sekitar sekolah.
Tak lama berselang, mereka menemukan sepasang muda-mudi bukan mahram sedang berduaan di tepi laut — pemandangan yang dianggap melanggar norma adat dan agama di daerah itu.
Masyarakat masih abai dengan larangan yang di pampang jelas di daerah tersebut. Atau mungkin terpengaruh gawai atau miskinnya pembekalan keimanan dirumah tangga.
Namun, bukan hanya soal maksiat yang jadi sorotan malam itu. Di jalur dua Jalan Bahari, dari simpang Pelabuhan CPO hingga ke simpang tugu Bank BPD, suara deru mesin motor memecah keheningan.
Aksi balap liar kembali marak, mengganggu ketertiban warga dan membahayakan pengguna jalan lain.
“Kami hanya ingin menjaga kampung ini tetap aman dan terhormat. Tapi kalau begini terus, masyarakat yang dirugikan,” ujar salah satu anggota tim patroli.
Kebocoran Informasi dan Modus Baru Penjualan Miras
Sayangnya, upaya patroli malam itu diduga tak berjalan maksimal. Informasi rencana razia tampaknya telah bocor lebih dulu.
Akibatnya, tim tak menemukan barang bukti seperti minuman keras (tuak) maupun keberadaan wanita penghibur yang sering disebut-sebut masyarakat beroperasi di sekitar kawasan pelabuhan.
Terkait penyediaan wanita penghibur di Pulo sarok diduga di beking oleh oknum. Begitu kata seorang anggota polisi yang ikut patroli malam itu.
Terkait Khamar, dari penelusuran A1 News.co.id, praktik peredaran miras di Aceh Singkil kini telah bertransformasi.
Jika dulu dijual terang-terangan di warung remang-remang, kini mereka beralih ke cara yang lebih canggih katanya, yakni sistem COD (Cash on Delivery).
Minuman keras disimpan di rumah warga tertentu, sementara transaksi dilakukan secara diam-diam melalui aplikasi pesan singkat seperti WhatsApp.
Pembeli cukup memesan, menentukan titik temu, dan barang diantarkan secara cepat tanpa meninggalkan jejak.
“Sekarang bukan lagi beli langsung di warung. Pesan lewat HP, bayar di tempat,” ungkap seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Tuak dari Hulu, Akar Masalah yang Tak Pernah Putus
Warga menilai, pemberantasan penyakit masyarakat tak akan efektif jika hanya menyasar pedagang kecil atau lokasi hiburan.
Sumber utama masalah produksi tuak masih tumbuh subur di kawasan perbukitan Aceh Singkil.
Menurut laporan warga, bahan baku tuak berasal dari pohon aren yang banyak ditanam di sejumlah kecamatan seperti Gunung Meriah, Simpang Kanan, dan Singkohor.
Dari sanalah cairan nira disadap dan diolah menjadi minuman memabukkan sebelum akhirnya masuk ke pusat kota melalui jalur darat.
Lain lagi antar pulau, tuak suling atau CT sering masuk dari pulau Nias via kapal Ferry ,menjadi problem yang belum terpecahkan oleh otoritas setempat.
“Kalau mau bersih, hentikan dari hulunya. Selama nira masih disadap untuk tuak, razia tidak akan pernah tuntas,” kata seorang tokoh masyarakat Pulo Sarok.
Antara Ketertiban dan Kesadaran Sosial
Upaya patroli malam Desa Pulo Sarok
Menjadi cerminan kegelisahan masyarakat terhadap perubahan sosial yang semakin kompleks.
Di satu sisi, warga ingin menjaga norma dan ketertiban. Di sisi lain, tantangan baru muncul — dari teknologi digital, gaya hidup muda-mudi, hingga jaringan peredaran miras yang semakin sulit dilacak.
Pemerintah desa berencana melanjutkan patroli rutin, berkoordinasi dengan aparat keamanan, serta memperkuat peran masyarakat dalam pengawasan sosial.
Namun pada akhirnya, perang melawan “penyakit masyarakat” ini bukan hanya tentang razia atau patroli.
Ia menuntut perubahan kesadaran baik bagi pelaku, aparat, maupun masyarakat bahwa menjaga kehormatan kampung adalah tanggung jawab bersama. (Tim)






















