A1news.co.id|Kepri – Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) resmi melaporkan oknum Direktur Utama RSUD Raja Ahmad Tabib (RAT) Kota Tanjungpinang, Bambang Utoyo, dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Atika, ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Laporan ini terkait dugaan korupsi dana jasa pelayanan tenaga kesehatan senilai lebih dari Rp15 miliar sejak tahun 2024.
ARM menuding adanya penyalahgunaan wewenang dan penggelapan dana yang seharusnya menjadi hak ribuan tenaga kesehatan (nakes).
Dalam laporan setebal 120 halaman yang diserahkan pada Jumat (1/8/2025) di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, ARM menyebut keterlambatan pembayaran hanya “puncak gunung es” dari indikasi korupsi yang lebih besar.
“Dokumen pembayaran yang kami kantongi memuat angka dimanipulasi serta nama-nama penerima ‘siluman’. Ini bukan kelalaian biasa, tapi dugaan tindakan korupsi yang terstruktur,” tegas Furqon Mujahid Bangun, Ketua Umum ARM.
Menurut ARM, ribuan nakes belum menerima hak jasa pelayanan secara penuh. Sebagian bahkan telah menunggu lebih dari satu tahun tanpa kepastian. Mereka juga menilai pembagian dana tidak dilakukan secara transparan dan proporsional.
Dokumen internal yang diduga disusun oleh PPTK menunjukkan adanya pembelokan porsi pembayaran untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. ARM juga menyoroti kemungkinan pelanggaran ganda, mulai dari mark-up angka pengajuan hingga pelaporan keuangan fiktif.
Sebagai bentuk tindak lanjut, ARM menyatakan akan mengawal proses penyelidikan hingga penetapan tersangka, serta meminta perlindungan saksi bagi tenaga kesehatan yang berani bersuara. ARM juga mengancam akan menggelar aksi damai apabila perkara ini mandek dalam 30 hari kerja.
Hingga berita ini dirilis, pihak manajemen RSUD RAT belum memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi melalui telepon dan pesan singkat kepada Direktur Utama Bambang Utoyo belum mendapat tanggapan.
Sementara itu, pihak Humas rumah sakit menyatakan bahwa klarifikasi akan diberikan setelah audit internal selesai dilakukan.
Sebagai informasi, dana jasa pelayanan (jaspel) merupakan insentif dari surplus pelayanan BPJS, pasien umum, dan program pemerintah yang wajib dialokasikan maksimal 60% untuk tenaga kesehatan, dan 40% untuk operasional rumah sakit.
Menanggapi kasus ini, pengamat hukum kesehatan dari Universitas Maritim Raja Ali Haji, Dr. Sinta Ramadani, menilai terdapat unsur pelanggaran Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.
“Jika terbukti memperkaya diri atau orang lain dan merugikan keuangan negara, ancamannya bisa penjara seumur hidup serta denda hingga Rp1 miliar,” tegasnya.(Tim)